Pencabutan Investasi Miras Sesuai Aturan
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pasca dicabutnya Lampiran III Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang investasi miras, masyarakat diharapkan tidak gaduh. Terkait teknis pencabutan Perpres, dipastikan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta pihak-pihak yang tidak mengerti teknis perubahan peraturan perundang-undangan jangan menyebarkan hoaks. \"Karena soal prosedur dan teknis hukumnya sudah ada aturannya yang menginduk pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan dan UU perubahannya (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, red.),\" kata Arsul, Rabu (3/3). Ia melanjutkan, pernyataan yang disampaikan Jokowi merupakan pernyataan tentang kebijakan. Teknisnya ke depan adalah dengan merevisi Perpres 10/2021 yaitu dengan menyatakan menghapus lampiran perpres tersebut sepanjang yang menyangkut investasi minuman keras. Nantinya, pemerintah tinggal mengeluarkan revisi perpres tersebut. Pun, tidak harus seluruh isi dan lampiran Perpres 10/2021 dicabut dahulu, lalu dibatalkan. Hal tersebut seperti perubahan undang-undangan. Jika yang diubah hanya pasal tertentu, bukan UU yang dibatalkan. Melainkan cukup dengan membuat rancangan undang-undang (RUU) tentang perubahan atas UU yang isinya mengubah pasal tertentu tersebut. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ikut angkat suara. Dengan dicabutnya perpres investasi miras, menegaskan pemerintah tidak alergi terhadap kritik dan saran. \"Ketika ada kritik tentang izin investasi miras untuk daerah-daerah tertentu, Pemerintah mencabutnya. Jadi, Pemerintah tak alergi terhadap kritik dan saran,\" kata Mahfud. Pemerintah, kata dia, akan menerima kritik yang disampaikan oleh masyarakat secara rasional sebagai suara rakyat. \"Pemerintah akamodatif terhadap kritik dan saran. Kritik adalah vitamin yang harus diserapkan ke tubuh pemerintahan,\" ujarnya. Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi hal tersebut sebagai sikap yang memang harus diambil Pemerintah. Mengingat kebijakan memasukkan miras dalam daftar positif investasi akan membahayakan rakyat. Menurutnya, berdasar dari laporan WHO menyebutkan, 3 juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol selama 2016. Angka ini setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia disebabkan oleh konsumsi alkohol. Oleh karena itu, kata Netty, Jika ingin rakyat selamat, aturan tersebut memang harus dicabut. Melindungi dan memberikan jaminan kesehatan rakyat adalah amanah konstitusi pada pemerintah. Implementasinya antara lain dengan memastikan barang konsumsi yang diproduksi dan beredar di tengah masyarakat adalah barang yang baik, berkualitas dan halal. Apa jadinya jika pemerintah justru melegalkan investasi industri miras yang jelas buruk untuk kesehatan dan haram pula buat umat Islam yang mayoritas di negeri ini. Menurut Netty, aturan tersebut tidak layak diberlakukan karena bertentangan juga dengan kampanye gerakan masyarakat sehat yang dilakukan Kemenkes RI. Terakhir Netty meminta Pemerintah agar melakukan kajian, penelitian dan meminta masukan dari pihak terkait sebelum membuat kebijakan agar tidak kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan publik. “Apa sih susahnya melakukan kajian, penelitian dan meminta masukan dari tokoh agama, tokoh masyarakat atau pihak lain yang terkait. Ini hanya membuat kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Jika pola komunikasi publik semacam ini terus dilakukan pemerintah, jangan salahkan masyarakat jika mengabaikan pemerintah,” tandasnya. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: